Gubernur DIY Kukuhkan Lurah Se-Kabupaten Gunungkidul

JOGJA, (JB) - Kamis (11/06/2020) "Tetapi selain pesan simbolik itu, ada pesan nyata yang ingin saya titipkan untuk dijalankan. Yaitu, agar para Lurah menjaga keberadaan tanah desa dan tanah Kraton lainnya yang ada di desanya masing-masing. Seperti halnya yang saya pesankan secara simbolik: Jagalah Klampis Ireng dari tangan-tangan "Sêmar-Sêmar Samar" yang tidak kita inginkan kehadirannya," ujar Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X. 

Hal tersebut diutarakan Sultan setelah melantik 143 Lurah, 1 Panjabat Lurah se-Kabupaten Gunungkidul secara virtual, pada Kamis (11/06) siang di Ruang Media Center, Gedhong Pracimosono, Komplek Kepatihan, Yogyakarta. Sementara itu, para lurah yang dilantik tetap berada di wilayah masing-masing dan terbagi menjadi 16 lokasi yakni Bangsal Wiyotoprojo (Wonosari) serta di 15 pendopo di Kapanewonan Gunungkidul.

Sebelum dilantik Gubernur DIY, agenda diawali dengan pelantikan para lurah oleh Bupati Gunungkidul Hj. Badingah S.Sos. Hadir pula pada kesempatan tersebut Wakil Gubernur DIY KGPAA Paku Alam X, Asisten Sekda di Lingkungan Pemda DIY, Sekda Kabupaten Gunungkidul, dan Kepala OPD di Kabupaten Gunungkidul. Pelantikan secara resmi juga ditandai dengan penandatangan berita acara sumpah dan pelantikan.

Pengambilan sumpah serta pengukuhan tersebut dilaksanakan disesuaikan dengan nomenklatur yang baru mengenai Tata Organisasi Perangkat Daerah DIY yang mengacu/diamanatkan dalam UU. Nomor 13 Tahun 2013 tentang Keistimewaan DIY. Oleh karenanya, nomenklatur baru, nantinya para lurah ini akan menjabat sebagai Kepala Desa. 

Sultan mengibaratkan sosok lurah secara budaya ibarat sosok pada Ki Lurah Semar dalam jagat pewayangan. “Sesungguhnya kita bisa bercermin tentang kehidupan dan perilaku, untuk dijadikan laku mulat sarira seperti sosok Semar yang sejatinya Sang Hyang Ismayajati, atau Ki Nyantaka, yang berani menyandang kematian, dan Sang Asmarasanta yakni sang ada sejatinya cinta," jelas Sultan.

Lebih lanjut, Sultan mengutarakan bahwa sebagai abdi, Semar tidak hanya setia, tetapi juga kritis. Berkat dia dan anak-anaknya, dalam wayang ada polarisasi. "Wayang tidak hanya merupakan pentas penguasa, tetapi juga suara kritis kaum abdi. Semar bukan hanya mengimbau atau mengajari nilai-nilai yang tidak hanya sebagai pengetahuan saja, tetapi harus mewujud  dalam tindakan nyata seperti halnya perumpamaan ngelmu iku kalakone kanthi laku," tandas Sultan.

Sultan menambahkan bahwa Semar sejatinya adalah penjelmaan dari wong cilik, tetapi di sisi yang lain, Semar juga anak dewa. Maka dari itu, dalam diri Semar, wong cilik itu tidak hanya merupakan sesuatu lapisan sosial, tetapi  juga golongan masyarakat yang punya keleluhuran, harkat dan martabat yang tidak boleh dihina.

Memaknai sosok Semar tersebut, Sultan mengingatkan bahwa bagi mereka yang berada di tampuk eksekutif, tidak cukup hanya sekedar mengingat bisikan Semar, tetapi yang terpenting adalah bagimana implementasinya dalam kebijakan dan program yang berpihak kepada rakyat.

Di sisi lain, Sultan juga mengajak kemanunggalan lurah dengan rakyatnya dalam memerangi wabah COVID-19 yang mengancam jiwa. "Dalam menggalang kesiapsiagaan melawan Covid-19, kelurahan menjadi basis pertahanan yang diperkuat oleh pilar-pilar ketahanan tingkah dusun," jelasnya. Menurut Sultan, apabila ketahanan masyarakat dibangun dengan kekompakan dan disiplin diri, kita akan memenangkan pertempuran dan menggapai hari esok yang cerah. (Humas


Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.